Harmud


Saturday, November 15, 2008

From My Heart

Dalam bayang-bayang kelebat malammu
Aku terseudut meringkuk dalam semburatmu
Kurindukan temaram di ujung hari

Senandung itu lagukan nyanyian malam
Bulan merapuh dalam rengkuhannnya
Kususuri tipak-tipak bintang tak berjejak

Namun bayanganmu tersirat di sana
Dan kepada alam sekalian
Aku bertutur dalam ketakutan

Tetaplah bersenandung untukku
karena aku masih tersudut untuk meringkuk
menantimu di ujung hari itu............

*****************************************************************

Saat mentari menyingkap fajar
Bila purnama tak lagi menghias moleknya malam

Ku ingin..........
Kau menyapa malam sepiku
Menghiasi anggunnya gulana

hadirlah indahnya senandung malam

Hinga fajar datang
Bergulir menggantimu...........


*****************************************************************

Can you see the moon tonight?
The moon is so sharp
Too sharp so it slices my heart
And can you see the stars above
Those are the pieces of my heart....

Monday, November 10, 2008

ALEX


Suasana sekolah SMA 500 Jakarta masih lengang, hanya terlihat segelintir siswa yang sudah berada di lingkungan sekolah, itupun masih dapat di hitung dengan jari. Alexandra, gadis tomboy berambut pendek yang biasa di sapa Alex dan pemegang DAN IV dalam karate itu melangkahkan kakinya dengan ringan menuju ruang kelas II IPA2.

Hari ini, ada ulangan Matematika. Pak Nababan guru Matematika yang terkenal galaknya minta ampun memasuki ruangan kelas. “ Tidak ada yang menyontek dan tidak ada yang berbisik-bisik, mengerti??” suaranya yang keras dengan logat batak yang kental. “ Baik, Pak !! jawab serentak siswa.

PLUK ! Ketika Alex sedang asyik mengerjakan soal di lembar jawaban, tiba-tiba sebuah gulungan kertas berbentuk bulatan sebesar bola bekel mengenai dirinya. Ia sempat terkejut, diraihnya gulungan kertas itu. BLETAK !!! belum lagi Alex membuka isi gulungan tersebut, tiba-tiba suara keras dari sebuah penggaris kayu mendarat tepat di mejanya. Alex terlonjak. “ Apa itu Alexandra??” Tanya Pak Nababan. “ Cepat kau berdiri dan kau bacakan tulisan di kertas itu di depan kelas dengan suara yang keras !!! sambungnya.

Alex membuka gulungan kertas itu dengan perlahan dan ragu-ragu ia membaca tulisannya. “ Ayo cepat !!!!” Perintah Pak Nababan. “ Siap, Pak “ jawabnya mantap. “ Dari Iwan ….Sinta yang manis….aku suka sama ka………” belum selesai Alex membacanya Pak Nababan memotongnya. “ Sudah….jangan kau teruskan membacanya, ternyata cuma surat cinta.” Seru Pak Nababan. Sinta yang duduk sebangku dengan Alex hanya bisa terbengong. Gadis itu kembali ke tempat duduknya sambil menahan rasa tawa. Sinta yang merasa penasaran segera merampas gulungan kertas dari sahabatnya itu. Sintapun tersenyum dan menahan tawa pula, karena isi dari tulisan tersebut sebenarnya adalah permintaan jawaban soal nomor lima dari Iwan.

Bel istirahat berbunyi. Seluruh siswa yang ada di kelas berhamburan keluar seperti debu berterbangan. Alex, Sinta, Ipah dan Iwan segera menuju kantin. Suasana kantin hari itu terdengar gaduh. Sorak-sorai riuh rendah terdengar dari arah bangku tengah kantin. Alex Cs menyeruak diantara gerumulan siswa lain. Ada pertandingan adu Tanco di sana antara Denzel dan Zul. Alex terlihat antusias dengan pertandingan tersebut. Denzel memenangkan pertandingan. “ Ayo, siapa yang mau ngelawan gue lagi? “ suara Denzel sedikit sombong. “ Gue !!! “ suara Alex dari belakang tubuh Denzel yang tegap. “ Elo??? Nggak salah neh? “ Tanya Denzel kepada Alex. “ Bisa-bisa nanti tangan elo yang mulus ini bisa patah ama gue “ kata Denzel sedikit mengejek. “ Boleh dicoba !!” tantang Alex. “ Hey, gadis cantik ini punya nyali juga” kata Denzel dengan senyum sinis. Akhirnya pertarungan adu Tanco antara Aelxandra dan Denzel di mulai. Kegaduhan kembali terjadi, kali ini lebih seru terdengarnya.

Akhirnya Denzel harus mengakui keunggulan Alex. Ia tidak menyangka dengan mudahnya perempuan itu mengalahkannya. “ Hey, anak baru tiga minggu, mangkenye jangan maen-maen ame nyang namenye Alex, lo kagak tau die juare bertahan adu Tanco ni !” suara logat Betawi Ipah keras bin nyaring bin cempreng. Denzel bergegas keluar dari kantin dengan wajah memerah menahan malu. Sementara Alex sendiri tidak menyadari dari sudut ruangan kantin sepasang mata selalu memperhatikan dirinya.

Pagi yang cerah. Matahari kembali menampakkan sinarnya setelah dua hari selalu dirundung mendung. Di lapangan basket tengah berlangsung pertandingan basket antara kelas III IPS1 melawan kelas III IPA1. Pertandingan cukup seru. Sementara III IPA1 unggul sepuluh angka dari III IPS1. Mata indah milik Alex tak lepas dari pertandingan tersebut. Namun mata dara cantik itu akhirnya jatuh pada sosok Pramudya, sang kapten sekaligus pemain basket terbaik dari kelas III IPA1 yang terkenal dengan sebutan Goodboy karena kecerdasan dan ketampanannya.

“ Ehem..terkesima neh ama sang kapten? “ Sinta yang mengetahui akan hal itu segera menggoda sahabatnya. Ipah dan Iwan sontak menoleh ke arah Alex dengan wajah penuh tanda tanya. “ Why your look me like that? “ tanyanya. “ Gue nggak terkesima kok ama dia “ Alex berkilah. “ Kalian aja yang salah liat!” tambahnya membela diri. “ Hmhmmhmm………..!!!” Jawab Sinta, Ipah dan Iwan serentak. “ Nggak apa-apa kok kalo lo suka, Lex “ kata Iwan dengan cengirannya yang khas seperti kuda. “ Lo, apa-apaan seh, Wan? “ tanya Alex sambil mendorong tubuh kurus Iwan. Hampir Iwan jatuh dibuatnya. Di lihatnya Alex tersipu, Iwan tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Alex, Sinta, Ipah dan Iwan sedang asik bercengkrama di kantin. Sesekali mereka tertawa mendengar cerita lucu dari Sinta yang memang specialis membuat cerita yang lucu-lucu. Seorang lelaki tampan melangkah masuk. Matanya menangkap empat sekawan yang sedang asik tertawa kecil. Di arahkan kakinya menuju ke sana. “ Lex, boleh dong gue adu Tanco ama lo sekarang?” tanya pemuda tampan itu kepada Alex. Alex sedikit terkejut dan grogi karena pemuda itu tak lain adalah Pramudya. “ Hmhm..boleh ! “ jawab Alex. Jantungnya berdegub kencang kala itu. “ Bener neh lo mau adu Tanco ama gue ?” tanya Alex sambil berusaha menyembuyikan rasa kikuknya di depan Pramudya. Pramudya hanya mengangguk. Mereka berdua ambil posisi masing-masing dan saling berhadapan. Semua mata tertuju kepada aksi mereka. Hitungan ketiga mereka mulai. Pramudya menatap tajam Alex, begitu pula dengan Alex. Rasa gemetar menggerayangi seluruh tubuh Alex. Ia tidak mengerti kenapa rasa gemetar itu tidak mau hilang ditambah lagi dentuman keras jantungnya yang sampai sekarang ini tidak terkontrol iramanya. Suara gemuruh suporter yang seluruhnya mendukung Alex memberikan semangat kepada gadis tomboy itu.

Secara mengejutkan Pramudya mengalahkan juara bertahan Alex. Suporter Alex yang tadinya bersorak sorai berubah bungkam. Mereka tak percaya sang juara bertahan bisa ditaklukan dengan mudah oleh pemain basket. “ Selamat ya, lo dah bisa ngalahin gue “ ujar Alex memberikan ucapan selamat kepada Pramudya seraya mengulurkan tangannya. Pramudya membalas uluran tangan Alex. “ Lo juga hebat, Lex “ kata Pramudya. “ Denger oleh kalian semua, Alex bakalan menjadi pengganti gue di tahun depan, kalian semua harus dukung dia !! “ teriak Pramudya kepada seluruh yang ada di kantin. Alexandra yang mendengar kata-kata Pramudya mengernyitkan dahi tanda tak mengerti. Begitu pula dengan Sinta dan Ipah. Pramudya meninggalkan ruangan kantin setelah menepuk bahu Alex.

Sementara Iwan hanya tersenyum senyum melihat Alex yang masih heran dengan perkataan Pramudya barusan. “ Wan, lo kenapa seh senyum senyum dari tadi? Seneng ya gue kalah? “ tanya Alex sedikit sewot. “ Hehehee..jelas aja lo kalah ama dia, lha wong dia di atas lo DANnya “ jawab Iwan enteng. “ Emangnye die udeh DAN berape, Wan? “ tanya Ipah. “ DAN VIII, lulus kualifikasi pelatih kelas A dan dia juga pelatih Karate adik gue “ terang Iwan. “Iwa aaaaan!!!! “ seru Alex, Ipah dan Sita serentak. Iwan langsung ngacir kabur keluar kantin sampai sepatunya ketinggalan karena takut dikerubutin tiga cewek tesebut.

Siang yang terik. Bel usai sekolah berbunyi. Seisi kelas berebut keluar dari ruang kelas. Alex menuruni anak tangga sekolah dengan sedikit tergesa-gesa. Ketika sampai pada anak tangga yang terakhir, langkahnya terhenti. Di hadapannya sudah berdiri tegak Pramudya. Kembali jantung Alex berdebar dan rasa kikuk kembali menyergapnya ketika melihat senyum Pramudya mengembang, namun dengan gayanya yang khas ia berusaha menutupinya. “ Ada apa? Mau adu tanco lagi? “ tanyanya dengan suara agak gemetar. Pramudya tertawa kecil dan menghampiri Alex. “ Lex, lo beda..” ujar Pramudya sambil membalikkan bahu dan melangkah pergi. Belum lagi jauh, Pramudya membalikkan tubuhnya dan menoleh ke arah Alex yang masih berdiri di sana. Pramudya kembali menghampiri Alex. “ Gue suka ama lo, Lex ! Pramudya berujar. Alex terdiam. Tak satu katapun keluar dari mulutnya. Hanya pipinya yang bersemu merah terlihat hadir di sana.

By Harmud